Karakteristik Hasil Pemeriksaan OAE Dan BERA di Klinik THT RSUD Haji Kota Makassar

Putri Aryanti Michiko, Riza Aulia, Yarni Alimah, Syahrijuita Syahrijuita, Riskiana Djamin

Sari


Keterlambatan bicara pada anak menjadi tantangan yang semakin meningkat. Gangguan pendengaran yang tidak ditangani dapat menyebabkan keterlambatan bicara dan bahasa. Pemeriksaan Otoacoustic Emissions (OAE) dan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) penting dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi karakteristik hasil pemeriksaan OAE dan BERA di Klinik THT RSUD Haji Kota Makassar serta hubungannya dengan keterlambatan bicara pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan melibatkan 71 subjek anak. Hasil pemeriksaan OAE menunjukkan bahwa 63.38% subjek memiliki hasil PASS, sementara 36.63% memiliki hasil REFER. Hasil pemeriksaan BERA menunjukkan bahwa 59.15% subjek memiliki pendengaran normal, dan 23.94% memiliki SNHL berat. Kelompok usia yang paling terpengaruh adalah 2-3 tahun (25,35%), dengan dominasi subjek laki-laki (72%). Data diperoleh dari catatan medis dan hasil pemeriksaan OAE dan BERA di Klinik THT RSUD Haji Kota Makassar. Penelitian dilakukan selama 12 bulan. Hasil: Pemeriksaan OAE dan BERA dapat digunakan sebagai metode evaluasi fungsi pendengaran pada anak dengan keterlambatan bicara. Faktor risiko seperti asfiksia saat lahir, bantuan pernapasan, dan infeksi prenatal juga berkontribusi terhadap gangguan pendengaran. Kesimpulan: Ketersediaan pemeriksaan OAE dan BERA di rumah sakit penting dalam mengevaluasi keterlambatan bicara pada anak. Pada sampel penelitian ini umumnya kelompok usia 2-3 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Didapatkan hasil pemeriksaan lebih banyak pendengaran normal dibandingkan yang mengalami gangguan, berdasarkan pemeriksaan OAE dan BERA.

Kata Kunci


OAE; BERA; Keterlambatan bicara; Gangguan pendengaran; anak

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Abiratno, S. F. (2003). OAE & ABR: Prinsip dasar, metodologi dan aplikasi klinis. Dalam Workshop: Peranan OAE dan ABR dalam Klinik (hlm. 11–20). Surabaya: RSUD Dr. Soetomo/FK Unair.

Alviandi, W. (2004). Deteksi dini gangguan pendengaran dan wicara. Dalam Simposium Sehari Mengenal Keterlambatan Wicara Pada Anak. Jakarta.

Bussori, W., & Waggeler, M. N. (2004). How to investigate and manage the child who is slow to speak. BMJ, 328, 272–276.

De Capua, B., et al. (2003). Newborn hearing screening by transient evoked otoacoustic emissions: Analysis of response as a function of risk factors. Acta Otorhinolaryngologica Italica, 23, 16–20.

Gomella, et al. (2004). Follow up of high-risk infants. Dalam Lange: Clinical Manual Neonatology Management, Procedures, On Call Problems, Diseases and Drugs (Edisi ke-5, hlm. 139–143). USA: McGraw Hill Companies.

Hendarmin, Soetirto, & Bashirudin. (2007). Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. Dalam Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher (Edisi ke-6, hlm. 10–22). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Istiqlal, A. N. (2021). Gangguan keterlambatan berbicara (speech delay) pada anak usia 6 tahun. Preschool, 2021, 209–210.

Konvensi Health Technology Assessment. (2006). Joint Committee on Infant Hearing. KODI. THT Komunitas PP. PERHATI-KL. DITJEND YANMEDIK Spesialistik Depkes RI.

Manipuspika, Y. S., & Sudarwati, E. (2019). Phonological development of children with speech delay. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, 17–20.

Narendra, M. B., Sularyo, S., Soetjiningsih, Suyitno, H., & Ranuh, I. G. (Eds.). (2002). Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja (Edisi ke-1, hlm. 91). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, Sagung Seto.

Parker, S., Zuckerman, B., & Augustin, M. (2005). Language delay. In Developmental and behavioral pediatric (2nd ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Purmessur, M. N. S., & Singh, R. S. (1988). BERA in diagnosis of deafness in children: A retrospective survey of its use in a district general hospital. The Journal of Laryngology and Otology, 102, 981–985.

Soetjiningsih. (2002). Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja (Edisi ke-1, hlm. 91). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, Sagung Seto.

Stevenson, J., McCann, D., Watkin, P., et al. (2010). The relationship between language development and behaviour problems in children with hearing loss. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 51, 77–83.

Suwento, R. (2007). Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam Seminar Sehari Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. Semarang.

Virginia, W., & Meredith, G. (1997). Dalam Adam, Boeis Highler. Gangguan bicara dan bahasa. Dalam Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok (Edisi ke-6, hlm. 3974–1010). Jakarta: EGC.

Zizlavsky, S. (2008). Gangguan dengar pada bayi dan anak: Deteksi dini, diagnosis dan penanganan. Dalam Simposium Telinga Sehat Menjamin Pendengaran yang Sempurna. Jakarta.




DOI: https://doi.org/10.61316/jrma.v2i3.97

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


 

Indexed By 

   

   

 


Penerbit: Lembaga Penelitian, Pengembangan, Pemberdayaan Potensi Indonesia 

Alamat: Kompleks BTP, Kelurahan Katimbang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar 90241 - Indonesia

Email: agrisoscojournal@gmail.com, jrm.editor@agrisosco.com

 

Jurnal Riset Multidisiplin : Agrisosco © 2024 is licensed under CC BY-SA 4.0